source: pinterest
Perusahaan Tupperware asal Amerika Serikat ini mengalami kesulitan dalam penjualanan produknya dikarenakan pandemi dan terlilit hutang hingga 812 juta dollar AS. Pandemi mengubah perilaku masyarakat yang lebih senang memasak di rumah daripada menggunakan wadah plastik untuk menyimpan makanan sehingga menurunkan banyak permintaan terhadap produk ini.
Setelah 78 tahun berdiri dan mendistribusikan produknya ke berbagai negara di dunia, produsen wadah plastik penyimpan makanan Tupperware telah resmi menyatakan kebangkrutan.
Mengutip siaran pers dari situs resmi perusahaan, pada Selasa (17/9/2024), waktu AS, Tupperware grup beserta anak-anak usahanya secara sukarela menyatakan kebangkrutan kepada Pengadilan Urusan Kebangkrutan AS Distrik Delaware.
”Sejak beberapa tahun terakhir, kondisi keuangan perusahaan terdampak secara serius dari kondisi makroekonomi yang menantang,” ujar Presiden dan Direktur Utama Tupperware Laurie Ann Goldman.
”Sejak beberapa tahun terakhir, kondisi keuangan perusahaan terdampak secara serius dari kondisi makroekonomi yang menantang,” ujar Presiden dan Direktur Utama Tupperware Laurie Ann Goldman.
Merespons kondisi yang sulit, Goldman menjelaskan, pihaknya telah berinovasi dengan menggunakan teknologi digital dalam proses operasional dan produksi untuk meningkatkan efisiensi. Pihaknya juga menggunakan banyak saluran untuk mendorong penjualan. Namun, kondisi perusahaan tak kunjung membaik.
Dalam situs resmi Tupperware, perusahaan terakhir mengunggah laporan keuangan pada 2022. Saat itu, Tupperware sudah menderita kerugian 28,4 juta dollar AS. Hal itu akibat penjualan bersih perusahaan menurun 18 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 1,30 miliar dollar AS.
Mengutip Reuters, dalam dokumen kebangkrutan yang diajukan ke pengadilan, emiten berkode saham TUP di New York Stock Exchange (NYSE) ini memiliki hutang sebesar 812 juta dollar AS.
Selama proses pengadilan kebangkrutan berlangsung, Tupperware tetap memberikan layanan dan menjual produk wadah kemasan seperti biasa yang telah tersebar di 70 negara dunia, termasuk Indonesia.